Kejenuhan Informasi: Fenomena Yang Menghantui Zamanku
Apakah kalian pernah merasa, senjata paling canggih manusia saat ini yaitu internet, malah menjadi bola rantai yang membebani? Saya pun sama. Internet telah menyediakan akses informasi yang meledak-ledak, termasuk berita lokal. Tapi, apakah kita mendapat manfaat sepadan? Atau malah sebaliknya, kita justru lelah dengan informasi yang berlebihan itu?
Berkomunikasi dengan Bintang, ikan hias kesayangan saya, kadang lebih menyejukkan daripada menyaring informasi di lini masa media sosial. Bahkan Mochi, beo yang biasanya menjadi partner curhat saya, juga tampak mengerjap-ngerjap ketika saya scrolling berita lokal terbaru di ponsel.
Banjir Informasi, Apakah Itu Normal?
Dalam dunia per-blogging-an, fenomena ini dikenal dengan "infoxication" atau intoxication of information, keracunan akibat informasi. Seringkali, kita justru merasa lelah dan stres berkat informasi yang melebihi kapasitas pemahaman kita. Tentu, ini tidak normal. Kesejukan seperti yang saya rasakan ketika menonton Bintang berenang bebas di akuarium saya jauh lebih manusiawi dan sesuai fitrah kita.
Saya, Aditya, dan istri saya, si cantik Dinda, seringkali berdiskusi tentang fenomena ini. Hari-hari di Surabaya kami ritual kami adalah sarapan dan baca koran. Tapi belakangan ini, koran tersebut hanya menjadi properti semata. Kami justru lebih sering bercengkrama sendiri, berdiskusi tentang berbagai hal yang lebih menarik dan bermakna daripada tenggelam dalam banjir berita lokal yang tak kunjung usai.
Kelebihan dan Kekurangan Media Sosial
Media sosial memiliki banyak kelebihan, tentu saja. Dalam sekejap, kita bisa tahu apa yang terjadi di ujung dunia. Sayangnya, ini juga menjadi kutukan. Kita jadi sulit membedakan mana berita yang relevan dan mana berita yang hanya menjadi pembuang waktu.
Dinda, yang memiliki kegemaran menulis puisi, kadang menggunakan fenomena ini sebagai inspirasi. Dia mengubah kegelisahan ini menjadi barisan kata yang indah. Tapi ternyata, kegelisahan ini bukan hanya milik kami berdua, tetapi juga seluruh dunia.
Timbulnya Resiliensi Informasi
Resiliensi informasi adalah kemampuan kita untuk mengelola informasi dengan bijak. Ibaratnya, kita dihadapkan pada piring besar penuh makanan. Kita harus pandai memilih mana makanan yang bergizi dan mana yang hanya akan memberikan kalori kosong. Memang butuh latihan untuk mengasah kemampuan ini.
Saya dan Dinda, telah berusaha untuk tidak melulu terpaku pada ponsel atau laptop. Kami bercoba untuk lebih sering melakukan kegiatan offline, seperti berjalan-jalan, membaca buku fisik, bermain musik, bahkan bercakap-cakap dengan Mochi dan Bintang.
Filter Bubble: Penyebab Lain Kita Lelah Membaca Berita
Selain keterlaluan dalam informasi, ada alasan lain kenapa kita lelah membaca berita, terutama berita lokal. Inilah yang disebut dengan filter bubble. Media sosial kita selalu menampilkan informasi sesuai dengan apa yang kita sukai, apa yang kita klik, dan apa yang kita cari, dan ini membuat kita hidup dalam "gelembung" kita sendiri.
Sudah hampir setahun, saya dan Dinda melakukan 'digital detox'. Hasilnya? Kami merasa lebih segar, lebih betah di rumah, dan lebih produktif dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sebuah langkah yang sangat positif, terutama di masa pandemi ini. Bagaimana dengan kalian, siap mencoba?
Tulis komentar